Masuknya Hulul di Indonesia
Hulul yaitu bahwasanya Allah
menjelma dalam diri manusia. Hulul merupakan ajaran dari sufi bernama
al-Hallaj. Pada suatu syair, al-Hallaj merumuskan perasaan hulul:
Pada suatu hari aku dapati Tuhan-Ku dalam hatiku,
Lalu aku bertanya: “Siapa Engkau?”
Dia menjawab: “Engkau!”
Di Indonesia, jaman dulu mengenal
nama dari Dzat Yang Maha Kuasa itu, yaitu Allah. Tetapi apa bahasa asli kita
untuk mengungkapkan Dzat tersebut?
Ada dua kata: Yaitu Tuhan dan
Dewa. Kadang-kadang ditambah denga Hyang.
Seorang menetri di kerajaan
Darmashraya Jambi ada yang disebut sebagai Dewa Tuhan. Ada kemungkinan
bahwa Dewa Tuhan adalah nama kecil dari
Datuk Perpatih Nan Sebatang, pendiri Undang-undang Adat Budi Caniago di
Minangkabau.
Pada batu bersurat Trenggono yang
ditulis dalam bahasa arab, (Islam sudah masuk di san sekitar 1300 masehi) ketika
meyebutkan Dzat Yang Maha Kuasa itu ditulis Dhewata Mulia Raya. Dengan ini,
dapat disimpulkan bahwa pada saat itu, kata Dewa disandarkan kepada Allah.
Dan kita pakai juga kata Hyang,
yaitu dari arwah nenek moyang. Dalam faham primitif, arwah nenek moyang
dianggap sebagai Tuhan (animisme). Setelah Islam datang, kita paki juga kata
tersebut untuk menyebut Allah. Sehingga sholat kita disebut sembahyang
(menyembah Hyang).
Raja disebut sebagai wakil Hyang.
Setelah islam datang, keagungan raja belum bisa ditauhidkan. Bahkan ada yang
menganggap bahwa raja ituketurunan dewa. Raja disebut Pangeran, Allah juga
disebut Pangeran. Raja dipanggil Gusti, maka Allah juga dipanggil Gusti. Hal tersebut
tidak Cuma terjadi di Jawa, di seluruh nusantara juga sama dengan kata-kata
daerah mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar